Lelakiku duduk di ujung kanan dengan kacamata khasnya |
Tuhan hanya memberi kami waktu 23 tahun untuk bersama-sama.
Mungkin agak terlambat bagiku menyadari dan mengakui bahwa dibalik sosoknya ada cinta untukku (untuk kami semua anak-anaknya)
Masa kanak-kanak hingga remajak. Kami bagai “Tom n Jerry”, begitu
dekat namun selalu mudah tersulut emosi.
Saat itu, sulit memahami kedisplinan yang dia terapkan,
sulit menerima kenyataan bahwa dia tak pernah memuji apalagi memberi reward
atas prestasi-prestasiku, dari yang kecil hingga yang besar. Sulit menerima dengan
lapang mengapa aku harus memilih sekolah atau jurusan sesuai kehendaknya. Saat
itu aku tak bisa terima kenapa kami yang perempuan harus lebih tegar dibanding
saudara yg laki-laki, mengapa serasa yang laki-laki punya “special privileges"
Saat itu, iya adalah iya, dan tidak adalah tidak.
Saat itu, menangis dan merajuk di kamar, satu-satunya cara menunjukkan padanya bahwa ia
salah dan aku tak bisa terima.
Di pikiran kanak-kanak dan remajaku, Ia tak pernah mencintaik. Terlebih tak pernah ada kata sayang dan cinta terucap
darinya.
Lalu,
Saat pertama kali harus berpisah dengannya, karena harus
kuliah dan hidup merantau.
For the first time, I found him cried for me. Diaa menangis,
memelukku erat dan menitipkan
aku pada kakak temanku yang mengantarkan kami pergi, mencari serpihan-serpihan nasib
yang mungkin tercecer di Jakarta. Kota
yang tak pernah jadi impianku untuk melewati masa kuliah, kerja apalagi
hidup.
Kota yang dipilihkannya untukku melanjutkan study, "dengan pertimbangan-pertimbangan"nya. (ternyata di kota inilah nasibku kemudian berlabuh. Kuliah dengan segala dinamikanya, bekerja, bertemu pasangan hidup, membangun keluarga dan InsyaAllah membesarkan anak-anakku)
Kota yang dipilihkannya untukku melanjutkan study, "dengan pertimbangan-pertimbangan"nya. (ternyata di kota inilah nasibku kemudian berlabuh. Kuliah dengan segala dinamikanya, bekerja, bertemu pasangan hidup, membangun keluarga dan InsyaAllah membesarkan anak-anakku)
Saat itu aku tak menangis, bukan karena tak sedh tapi masih gamang antara menerima dan berkeras menolak untuk sesuatu yang tak ku ingini.
Belum satu semester kuliah ku jalani, aku merasa tak betah
dengan berbagai alasan, tapi aku tak pernah memutuskan untuk pulang, mengadu
padanya, atau sekedar memberitahu padanya semua kondisiku.
Sampai suatu hari kami berkesempatan bertemu di Jakarta,
saat ada gathering keluarga besar. Kembali dia menangis dan memelukku. Kali ini aku tak dapat
berpura-pura lagi, sambil berpelukan erat, kami berdua
bertangis-tangisan. Tak peduli banyak pasang mata menatap mungkin dipenuhi tanda tanya.
Ternyata dia mencintaiku, sebagaimana akupun sangat mencintai dan menghormatinya.
Meski kami sama-sama sekeras batu, hingga sukar mengucap kata-kata manis untuk mengungkapkan betapa perasaan kasih dan sayang itu kadang-kadang perlu dinyatakan…
Selama masa kuliah aku jarang pulang, paling sering satu
semester sekali. Kadang-kadang hanya lebaran aku bisa dipastikan pulang. Setiap kali
pulang, dia selalu menangisiku, memelukku, mengadukan perasaan-perasaannya
Saat itu kusadari Ia telah semakin tua. Saat itu baru
kusadari pula betapa jarak usia 45 tahun antara kami membuat “jarak” dalam
komunikasi kami. Kami dua jiwa dari generasi yang jauh terpaut waktu, tapi
dengan caranya ia mendekatkan perbedaan. Baru kusadari itu sungguh tak mudah,
meski kadang ia membandingkan bagaimana Ia di masa mudanya berinteraksi dengan
Kakek-ku (yang tak pernah kukenal).
Saat itu kusadari Ia tak pernah berhenti mencintaiku, bahkan
dengan do’a-do'a terbaiknya.
Saat itu aku terkenang dengan semua “pelajaran” hidup yang
telah diberikannya padaku, ,-dengan caranya,- cara yang dulu sulit diterima
hati dan pikiran kanak-kanak dan remajaku.
Terputar kembali rekaman kisah bahagia tentang bagaimana
kedekatan kami. Rekaman tentang kebiasaannya mengajakku jalan “subuh”
menemaninya, kebiasaannya memintaku mengecat rambutnya yang memutih termakan
usia, kebiasaannya memintaku membuat mie rebus ala dia, kebiasaan kami berdebat tentang banyak hal. Teringat
kata-katanya padaku, "kamu harus mencari ilmu seluas mungkin, karena perempuan
adalah “sekolah” bagi anak-anaknya.
Semua rekaman indah itu serasa baru terpentas kembali di
benakku, yang dulu mungkin terkubur oleh kerasnya ego-ku.
Ternyata kami begitu dekat.
Meski harus jarak dan waktu
yang membantuku menemukan jawaban ini, aku tak menyesal, karena tak ada kata
terlambat menyadarinya.
Sampai saat terakhir hidupnya, aku berbahagia bisa berada
disampingnya, menemani hari-hari terakhir dalam hidupnya, menyaksikannya pergi
dengan begitu tenang, dengan kebanggaan dan kecintaan pada kami, anak-anaknya.
Saat itu aku telah sangat yakin,betapa semua hal yang terbaik telah dilakukannya, wujud cintanya pada kami, kecuali mengucapkannya (meski tak pernah terungkap di depan kami, toh Ia sering menunjukkan kecintaan dan kebanggaannya terhadap kami pada orang lain)
Saat itu aku telah sangat yakin,betapa semua hal yang terbaik telah dilakukannya, wujud cintanya pada kami, kecuali mengucapkannya (meski tak pernah terungkap di depan kami, toh Ia sering menunjukkan kecintaan dan kebanggaannya terhadap kami pada orang lain)
Kepergiannya menyisakan kepedihan, amat dalam, bahkan aku
belum berbuat banyak untukknya. Untuk menunjukkan bahwa cintanya tak
tersia-sia. Ia yang selalu jadi motivatorku untuk menunjukkan yang terbaik, pergi
saat aku masih membutuhkannya.
Namun lagi-lagi diberikannya aku sebuah pelajaran akan cinta
yang tulus yang mengendap dan
selalu memenuhi ruang hatiku bahkan hingga kini.
Tak terbantahkan, semuanya wujud cintanya pada kami, pada
ku…
Meski kadang perlu waktu menyadarinya.
Saat Ia benar-benar telah jauh, aku semakin yakin bahwa
dalam diamnya, dalam marahnya, dalam kerasnya, dalam debat kami, Ia selalu mencintaiku.
Mungkin cinta seorang laki-laki yang paling tulus padaku…
Tak tergantikan.
Tak pernah tergantikan.
Laki-laki yang padanya cintakupun tak pernah lekang.
Tak pernah tergantikan.
Laki-laki yang padanya cintakupun tak pernah lekang.
No comments
Terimakasih sudah silaturahim, silahkan meninggalkan jejak di sini. Comment yang masuk saya moderasi terlebih dahulu ya. Mohon tidak meninggalkan link hidup.