Dear Ka Zaha,
Tak kalah menggetarkan arti hadirmu bagi kehidupan Ibu. Saatpun akhirnya
Ibu teryakinkan bahwa telah mengandungmu, saat itu Ibu hanya bisa
bersyukur karena segera mengetahuinya. Saat itu Ibu masih mengkonsumsi
pil kontrasepsi nak. Iya memang Ibu belum merencanakan kehamilanmu
sayang. Usia Ka Al baru 9 bulan. Ibu masih ingat
pada ucapan dokter sebelum ibu menandatangani form saat hendak
melahirkan kakak Al bahwa setidaknya Ibu harus menunggu satu tahun untuk
bisa hamil lagi. Lagi-lagi Ibu akhirnya cuma bisa bersyukur bahwa saat
akhirnya Ibu teryakinkan bahwa kamu telah berusia 6 minggu, Ibu telah
berhenti mengkonsumsi pil kontrasepsi.
Ah iya karena sulit menentukan
usiamu berdasarkan hitungan datang bulan Ibu, maka dasar penghitungannya
benar-benar berdasarkan penghitungan dari hasil USG. Entahlah, agak
membingungkan bagi Ibu, tapi itulah yang terjadi. Bagaimana akhirnya Ibu
menduga terjadi sesuatu di dalam rahim Ibu adalah karena siklus dan
pola menstruasi Ibu yang tak karu-karuan nak. Bahkan di bulan terakhir
itu lebih dari jangka waktu sebelumnya, yang ternyata dokter menduga
"bleeding". Iya dokter pertama yang Ibu temui saat itu, akhirnya
memberikan Ibu obat untuk menghentikan pendarahannya. Ibu ingat sekali,
saat akhirnya Ibu mendapat kepastian kehamilanmu, Ibu sedang menjalani
pendidikan dan latihan jabatan fungsional selama tiga bulan di
asrama. Namun karena posisi asrama yang masih lumayan dekat dari rumah.
Ibu tetap pulang pergi dari rumah dengan catatan tidak terlambat
mengikuti di kelas.
Berbeda dengan saat mengandung Ka Al, Ibu sangat
santai dan easy going menghadapi kehamilanmu. Persis seperti kamu sekarang nak
:). Kadang Ibu menduga psikologis seorang Ibu saat mengandung
berkorelasi dengan karakter anak, benarkah? Entahlah. Ibu ingat sekali
di usia sekitar 7 - 8 bulan kamu, dan saat itu sedang musim hujan.
Hampir setiap pagi Ibu berangkat ke kantor diiringi hujan deras demikian pula
saat pulang. Ibu menjalaninya sendiri dengan perut Ibu yang kian
membesar tanpa ayah, karena saat itu ayah sedang mengikuti international
training di India selama 5 minggu. Tahukah? Ibu yang mendorong ayah
mengambil kesempatan tersebut bahkan ibu yang mengisi form aplikasinya
serta melengkapi persyaratannya. Ayah keliatannya justru kurang antusias
waktu itu. Salah satu alasannya karena perut Ibu yang makin membesar.
Tapi ibu meyakinkan ayah untuk tak menyiakan kesempatan yang datang saat
itu dan Ibu akan baik-baik saja.
Ibu bahkan tak mengalami "morning sickness" seperti kehamilan pertama.
Selera makan Ibu rasanya tak berubah. Hmm kata orang "hamil kebo". Kamu
tampak memahami kondisi Ibu yang sedang berusaha keras beradaptasi
dengan ritme kerja di kantor yang lumayan demanding dan memiliki balita
di rumah. Meskipun jujur Ibu dan ayah agak terkaget-kaget dengan
kehadiranmu, namun lagi-lagi proses kehamilanmu yang kemudian lebih
smooth membuat kami lebih bisa berfikir jernih bahwa memang sudah rezeki
ayah dan Ibu memilikimu saat itu.
Ibu dan ayah memutuskan untuk melakukan cek kehamilan pada seorang
dokter obgyn wanita dan berpraktek di RS di sekitar kantor. Maksudnya
supaya bisa diakses dengan mudah dari kantor. Karena jadwal sang dokter
tersebut ternyata hanya di hari-hari kerja. Ibu dokter yang cantik dan
ternyata banyak pasiennya ini Ibu temukan dari hasil googling. Iya jadi
namanya ternama di dunia maya. Namun ternyata selain Ibu harus
sangat-sangat bersabar menunggu antri giliran cek. Ibu dokter cantik ini
cukup sulit ditemui karena kesibukannnya di beberapa rumah sakit lain,
sering sekali setelah lama mengantri beliau tidak bisa datang karena
satu dan lain hal. Lalu Ibu diminta memilih mereschedule jadwal
kunjungan atau pindah kepada dokter lain yang ada. Hmm jujur Ibu sering
kecewa, hmm lebih tepatnya kurang puas karena banyaknya pasien, Ibu tak
bisa banyak curhat eh konsultasi karena dokter tampak terburu-buru
terlebih kondisi kehamilan Ibu termasuk yang aman-aman saja.
Hanya
sedari awal dokter tak berani menjanjikan untuk bisa melahirkan secara
normal. "Kita lihat aja nanti bu, tapi saya sebetulnya lebih
merekomendasikan untuk dilahirkan secara caesar." Alasan terkuat karena
usia luka jahitan Ibu yang terhitung masih sangat baru. Tentu saja
resiko akan lebih banyak ditemui jika Ibu memaksa melahirkan secara
caesar. Meski sempat menawar satu minggu dari waktu yang disarankan oleh
dokter untuk operasi cesar, akhirnya Ibu tak punya pilihan lain.
Setelah satu minggu tak ada tanda-tanda, pembukaan ataupun kontraksi.
Berkaca pada pengalaman Kaka Al, akhirnya Ibu memutuskan tak menunda
lebih lama. Dokter mengagendakan 9 April 2009 pagi hari, kamu
dilahirkan. Iya tampaknya bu dokter ingin menyelesaikan tugasnya sebelum
pergi ke TPS. Iya nak, waktu itu memang jadwal pemilu legislatif. Ibu
tak keberatan dengan tanggal tersebut, karena Ibu bisa punya alasan
untuk tidak memilih... hihi jangan ditiru yaa, tahun ini Ibu memilih kok, ibu sudah #melekpolitik ceritanya.
Memasuki ruang operasi kali ini agak berbeda dengan kejadian yang sama
di 18 bulan sebelumnya. Saat itu bahkan tak terbersit rasa takut, Ibu
begitu pasrah. Yang ada di kepala Ibu hanya melihat Ka
Al lahir dengan selamat dan sehat. Entah kemana rasa takut itu Tuhan
sembunyikan dari pikiran Ibu. Mungkin kejadian yang mendadak, tanpa
rencana dan keputusan yang begitu cepat tak menyisakan ruang untuk rasa
takut. Kali ini Ibu merasa tegang saat masuk ke ruangan operasi,
terlebih kali ini ayah tak diperkenankan menemani. Hmm dulu saat
melahirkan Ka Al, ayah menemani Ibu, menggenggam tangan Ibu sepanjang proses operasi sampai Ka Al lahir barulah ayah pergi dan menemani Ka
Al.
Terlintas berbagai pikiran di kepala Ibu yang jujur membuat Ibu tak
bisa rileks seperti disarankan para dokter. Aaah pada akhirnya Ibu
merasa lega dengan keputusan Ibu kali ini. Dalam kondisi sadar, Ibu
mendengarkan percakapan para dokter yang menangani Ibu terkait luka
bekas operasi yang pertama yang ternyata belum pulih. Iya ini tentu tak
terlihat, karena meski tampak luar luka sudah tak ada masalah ternyata
di lapisan dalam bisa jadi belum sepenuhnya pulih. Hal itu yang
tampaknya terjadi pada Ibu. Ibu merasa beruntung mengambil keputusan
ini, bagaimana jika Ibu memaksakan untuk melahirkan secara normal,
kontraksi sangat mungkin menyebabkan robeknya luka Ibu tadi.
Saat cek terakhir bahkan dengan USG, dokter memperkirakan berat lahirmu
sekitar 3,2kg - 3,4kg, Ibu cukup optimis mendengarnya.Tapi, bahkan
teknologi canggihpun tetap tak seratus persen akurat. Kamu lahir hanya
dengan berat 2,4kg saja. Tapi kondisimu sangat baik saat itu. Tangisanmu
kencang membuat Ibu lega. Pun hanya sebentar dokter memberi kesempatan
IMD, padahal Ibu ingin berlama-lama. Ibu memastikan pada dokter dan
perawat bahwa kita bisa segera berkumpul setelah Ibu keluar dari ruang
pemulihan. Phase pemulihan saat melewati netralisasi obat bius, selalu
jadi saat yang menegangkan dan sedikit menakutkan bagi Ibu. Saat Ibu
merasa kedinginan yang amat sangat, bahkan setelah diselimuti dan
dipeluk ayah. Serasa melayang, antara ada dan tiada. Kembali, ketiadaan
terasa sangat dekat.
Ibu memang sengaja mengambil kelas yang
memungkinkan kita "rooming in", karena Ibu ingin sukses menyusuimu
secara exclusive sampai 6 bulan. Ibu telah menyakinkan diri bahwa
operasi cesar tak bisa jadi alasan untuk gagal ASI Exclusive. Dan
alhamdulillah kita bisa sayang, kamu lulus sarjana ASIX. Pastinya Ibu
banyak belajar dari kegagalan menangani kakakmu yang hanya bisa menerima
ASIX selama 3 bulan saja. Bukan karena ada kendala tertentu, tapi lebih
karena kekurangpahaman Ibu. Belajar dari pengalaman membuat Ibu lebih
mawas diri. Dengan ASIX, kamu dengan cepat bertambah berat badan. Ibupun
terhitung mandiri menganganimu meskipun pasca caesar, lagi-lagi karena
pengalaman sebelumnya. Ibu terhitung cepat pulih, termasuk soal berat
badan, yang bisa jadi karena proses menyusui. Menyusui dipercaya
membantu pemulihan otot-otot rahim.
Episode selanjutnya adalah keriuhan memiliki dua balita dengan usia yang
tak terpaut jauh. Hmm tentu saja ada kurang lebihnya sayang, tapi
bukankah sebaiknya Ibu dan ayah fokus pada hal-hal positive agar bisa
membesarkan kalian dengan lebih nyaman?
Hari ini, tepatnya 09 April 2014, bahkan kamu sudah iku-ikutan Ibu ke TPS... Menghujani Ibu dengan berbagai pertanyaan, mana yang Ibu coblos, kenapa kertasnya lebar sekali, kok lembaran kertasnya banyak, aku boleh ikutan nyoblos tidak... dan banyak lagi di kotak ruang penyoblosan. Kamu juga minta mencelupkan jari kelingkingmu ke tinta ungu.. Ah... kamu sudah besar Nak.. sudah 5 tahun. Semoga kamu selalu jadi penceria hari-hari Ibu, selalu dalam kasih sayangNya... Maafkan Ibu atas apapun yang Ibu pernah lakukan padamu yang tak berkenan dihatimu, Ibu sayang Zaha sepenuh hati Ibu sama penuhnya seperti sayang dan cinta Ibu pada Ka Al dan dek Paksi.
Peluk, cium....
Ibu Ophi
selamat ulang tahun zahaa... semoga jadi anak salihah, berbakti sama orang tua dan menjadi penyejuk keluarga.. aamiin..
ReplyDeleteMakasih Tante...amiin ya rabb al alamiin.
DeleteSelamat ulang tahun Zaha... semoga bisa jadi penyejuk dahaga di tengah prahara kehidupan.. :)
ReplyDeleteMakasih Tante, Amiin untuk doanya, salam sayang dr Zaha
ReplyDelete