Hmm setelah puas bermain air dan bercanda dengan ombak di Pantai Legon Pari serta menyaksikan matahari terbit. Perjalanan selanjutnya adalah ke
Gua Lalay. Untuk sampai ke gua tersebut, kami harus melewati jalan
yang sama dengan yang kami lalui tadi pagi. "Bapak ada jalan lain gak,
selain jalan yang tadi?", pertanyaan yang saya tahu jawabanannya, tapi
berharap bisa mendapatkan jawaban yang berbeda. "Tidak ada bu, lewat
jalan yang tadi lagi. Nanti keluar jalan besar lagi trus masuk ke dalam
perkampungan. Ada jembatan yang harus dilewati juga bu, kan menyebrangi
sungai yang sama."
Karena jalan pulang yang akan dilalui lebih banyak menanjak. Ternyata Pak Ujang hanya bisa membonceng saya. Ka Al pindah ke motor mbah Uti dan Zaha yang lebih besar. Sepanjang perjalanan, saya mencoba lebih tenang. Saat rasa takut menerjang, saya memilih menutup mata. Berbeda dengan tadi pagi yang masih sepi. Siang ini cukup ramai, kami harus berhenti beberapa kali dan mengantri di jalur yang terjal saat berpapasan dengan motor lain. Banyak juga yang kesulitan menanjak sehingga menurunkan penumpang yang di belakangnya. Beberapa orang tampak turun dari motor dan menuntun motor.
Kami kembali ke jalan raya Sawarna, lalu motor melaju kembali dan masuk
melalui gang kecil dengan petunjuk Gua Lalay. Memasuki gang kecil,
melintasi perkampungan perumahan penduduk, persawahan bahkan komplek
kuburan. Kali ini kami juga melewati jembatan gantung, namun jembatan
ini terlihat lebih kokok dan sedikit lebih lebar. Jembatan tak sampai
bergoyang-goyang saat kami lewat diatasnya. Jalananpun tidak naik turun
seperti menuju Legon Pari.
Sampai di lokasi, ditandai dengan adanya beberapa warung dari bambu dan kayu, suasana sudah ramai. Saat kami tiba, baru saja serombongan pengunjung baru saja keluar dari gua. Mereka yang mengenakan celana panjang tampak menggulung celana hingga di atas lutut. Sebagian membawa lampu senter kecil yang dipasang di kepala (headlamp). Di tempat tiket disewakan lampu senter, helm dan baju semacam pemadam kebakaran. Tapi tak semua pengunjung memakai kelengkapan tersebut. Hanya untuk mereka yang mau menyelesaikan perjalanan ke dalam gua hingga selesai, setidaknya 2 km yang menggunakan kelengkapan tersebut. Untuk pengunjung kategori umum seperti kami, yang penting tersedia lampu senter dan melepas alas kaki. Jarak tempuh bagi kategori umum seperti kami hanya 200 meter. Ternyata anak-anak boleh juga masuk. Tapi de Paksi ketakutan sesampai di mulut gua, sehingga Paksi dan Mbah Uti memilih menunggu kami di warung.
Gua Lalay merupakan Gua Karst atau batu gamping yang retak
akibat pengaruh getaran tektonik, yang kemudian menjadi jalan air yang
melarutkan batu gamping yang selanjutnya mengendap dan menghasilkan ornament yang
eksotis di dalam gua. Bagian dasarnya sungai bawah tanah yang berlumpur,
beberapa bagian lumpur merupakan lumpur yang keras dan licin sehingga
disarankan tidak memakai alas kaki. Gua Lalay katanya berarti Gua Kelelawar,
karena banyak kelelawar yang bersarang di sekitar gua.
Saat kami hendak masuk tampaknya ir sedang surut sehingga masih di bawah lulut. Berbeda dengan pengunjung yang baru saja keluar, gulungan celana sampai di paha. Menurut mereka air sampai di atas lulut. Kami tak menggunakan jasa pemandu. A Heri yang ikut memandu kami. Hanya disarankan menyewa 2 headlamp yang lain. Oh iya tiket masuk ke dalam gua sebesar 5.000 rupiah, sewa headlamp juga 5000rupiah/buah.
Suasana lembab menyergap begitu kami masuk. kami beruntung air tak sedang pasang. Ka Zaha yang semula digendong A Heri, lalu bisa turun. Sejauh 200 meter, kemudian kami disarankan kembali. Sambil melihat ornamen gua nan eksotis dan mengambil beberapa gambar. Di dalam kami juga bertemu rombongan lain. Kami keluar gua melalui pintu yang lain, agak sedikit menanjak dibandingakn pintu masuknya. Hmmm seru juga yaa perjalanan pagi ini.
Objek wisata di Sawarna lainnya, antara lain Pantai Legon Pari, Pantai Tanjung Layar dan Pasir Putih, dan Pantai Gua Langir, untuk mencapai Sawarna klik di sini informasinya
Saat kami hendak masuk tampaknya ir sedang surut sehingga masih di bawah lulut. Berbeda dengan pengunjung yang baru saja keluar, gulungan celana sampai di paha. Menurut mereka air sampai di atas lulut. Kami tak menggunakan jasa pemandu. A Heri yang ikut memandu kami. Hanya disarankan menyewa 2 headlamp yang lain. Oh iya tiket masuk ke dalam gua sebesar 5.000 rupiah, sewa headlamp juga 5000rupiah/buah.
Suasana lembab menyergap begitu kami masuk. kami beruntung air tak sedang pasang. Ka Zaha yang semula digendong A Heri, lalu bisa turun. Sejauh 200 meter, kemudian kami disarankan kembali. Sambil melihat ornamen gua nan eksotis dan mengambil beberapa gambar. Di dalam kami juga bertemu rombongan lain. Kami keluar gua melalui pintu yang lain, agak sedikit menanjak dibandingakn pintu masuknya. Hmmm seru juga yaa perjalanan pagi ini.
Objek wisata di Sawarna lainnya, antara lain Pantai Legon Pari, Pantai Tanjung Layar dan Pasir Putih, dan Pantai Gua Langir, untuk mencapai Sawarna klik di sini informasinya
seru bangettt phi, sampe ngerasain naiknya adrenalin baca postingan ini :)
ReplyDeleteIya teh...banget-banget terutama jalan menuju ke lokasi Legon Pari dan Gua Lalaynya...cobain teh kapan2 ke sini beneran seru, tapi jangan di musim liburan yaa
DeleteSeru dan deg-degan pasti masuk kemari :)
ReplyDeletehihi lumayan mak, tp untungnya kmrn airnya gak lagi pasang pas kita masuk kemarin, jd gak terlalu was-was
Deletehiiii seneng dan seru banget bisa ke situu... mauuu mauu aku kapan kapan kesana....
ReplyDeleteayoo... seruuu banget deh... :)
Delete