Dek Paksi: Hak Sang Maha Baik yang Dititipkan pada Kami.



Ibu, adalah sosok yang paling kuat terlebih jika dihadapkan dengan buah hatinya. Ibu adalah gelar dan jabatan tertinggi yang saya sandang selama hampir 40 tahun. Ibu sebuah status di mana saya belajar banyak hal. Alhamdulillah, syukur tiada akhir menjadi satu dari sekian wanita yang dipercaya Sang Maha Baik dititipi amanah untuk mengandung, melahirkan, membesarkan, dan mendidik anak-anak.

Iya, kami para Ibu hanya dititipi amanah, karena mereka para buah hati hakikatnya Hak Sang Maha Baik yang hanya Dia yang tahu kapan akan diberikan sebagaimana kapan akan diambilnya kembali.

Rasa bersalah dan dugaan yang bahkan tak masuk akal sempat merasuki pikiran saya setiap kali saya memandangi wajah rupawan di balik inkubator itu. Kenapa begini nak? Apa karena Ibu nak? 

Mungkin kesalahan Ibu waktu itu nak? Tuhan kenapa begini? Salahku apa? Salah bayiku apa? Masih banyak lagi berseliweran di balik kepala hingga akhirnya setelah menunggu sekian lama dan dokter tidak bisa memastikan penyebabnya saya kemudian pasrah. 

Apapun penyebabnya Tuhan, saya sudah tidak mau tahu. Saya hanya akan melakukan yang terbaik untuk bayi saya. Dalam diam dan air mata yang tampaknya sudah mulai mengering, kesadaran itu muncul.

Seorang perempuan yang baru saja tiga hari menjalani operasi sectio yang ketiga kali dan dalam jarak yang berdekatan dalam hidupnya, dengan gagah menaiki tangga demi tangga rumah sakit. Setiap hari selama hampir satu bulan, pada jam yang kurang lebih sama. Menemui buah hatinya yang baru saja direlakannya berpisah dari dekapannya sejak usia satu hari. 

Melupakan rasa nyeri jahitan di rahimnya. Mengabaikan kakinya yang kian membengkak. Mengais harapan putranya akan kembali segera ke pelukannya. Saat menjelang malam dan jam besuk berakhir, Ia harus merelakan makhluk tak berdosa itu tidur sendiri dalam ruang kaca bersama selang-selang yang menghiasi tubuh mungilnya.

Ruang Kemuning menjadi saksi doa-doa dilantunkan, harapan-harapan dilangitkan, asa-asa dikuatkan. Terlebih setelah satu minggu menunggu dalam ketidakpastian. Saya dan suami akhirnya bisa bertemu dengan Dr Rudy ketua tim yang menangani Dek Paksi, sang Kesatria Terpilih kami.

"Ibu dan Bapak banyak-banyak berdoa saja. Yang kita lakukan hanya membantunya survive. Tidak ada yang bisa kami lakukan, kami tidak berani melakukan tindakan apapun. Kita hanya bisa menunggu pendarahannya terserap secara alami dan tidak ada perdarahan baru."  

Serasa nafas tercekat, bola mata mulai menggenang. Ada rasa kecewa dan marah. Suami saya yang melihat gelagat saya, segera menggenggam tangan saya. "Baik dokter, terimakasih." Lugas sekali pejelasan dari dokter Rudy. Saya yang sudah seminggu menanti jawaban dan mencoba menata hati tak tahan ingin memburunya dengan berbagai pertanyaan. Namun entah mengapa saya memilih diam. Mungkin menahan rasa yang kian perih.

subependymal haemorrhage grade 3

Itu yang tertulis di secarik kertas putih yang disodorkan Dr Rudy pada kami setelah membuka buku tebal serupa kamus hukum di perpustakaan zaman kuliah dulu. " Jadi memang agak rumit. Ada dua kondisi pada anak Ibu dan Bapak.  Kondisi pertama adalah gangguang fungsi koagulasi itu yang sementara kita simpulkan, kondisi pertama ini menyebabkan kondisi yang kedua tadi bu, jadi ada perdarahan di otak, tepatnya di bagian otak kanan dan kiri. Dari grade 1 - 4, anak Ibu berada di grade ke 3.” 

Baiklah Tuhan, mungkin memang penyebabnya adalah gangguan koagulasi. Gangguan kekentalan darah yang menyebabkan bayi Paksi mudah mengalami perdarahan. Termasuk perdarahan di lambung dan di kedua otaknya. Meskipun jika dirunut tidak seharusnya bisa terjadi. Vitamin K sudah diberikan sesaat setelah dia lahir sesuai prosedur. Saya, Ibunya tidak memiliki penyakit atau gangguan terkait dengan kekentalan/keenceran darah, saya juga bukan pemadat yang memungkinkan bayi Paksi mengalami perdarahan di otaknya 12 jam saja setelah kelahirannya di dunia.

Baiklah Tuhan, insyaAllah saya ikhlash. Saya yakin apapun keputusan Mu untuk Dek Paksi maka itu yang terbaik baginya. Saya yakin kemungkinan-kemungkinan medis yang sudah dijelaskan pada saya, apapun kelak yang menjadi takdirnya, itu adalah yang terbaik untuknya.

Sebegitu mudahnya kah saya meyakinkan diri saya untuk ikhlash? Tidak!

Sejujurnya saya tidak rela kalau Dek Paksi harus mengalami pembesaran kepala (hydro cephalic) jika ternyata perdarahannya tidak terserap atau ada perdarahan baru. Saya tak bisa membayangkan kalau kelak seumur hidupnya dek paksi harus dipasang semacam selang yang di pasang di dalam kepalanya, ditanam di bawah kulitnya guna mengalirkan cairan berlebih di kepalanya ke organ pembuangan akibat pembesaran kepala karena ruang kepala yang terbatas diokupasi oleh darah akibat perdarahan yang terjadi.

Saya belum mau membayangkan jika Dek Paksi harus menjalani hari-hari panjang karena cacat yang harus ditanggungnya. 70% bayi baru lahir dengan kasus perdarahan di otak tidak terselamatkan. 27% nya selamat dalam kondisi cacat dan memerlukan teraphy sepanjang hidupnya. Hanya 3% yang bisa hidup normal setelah teraphy yang harus dijalani. Salah satu tulisan ilmiah tentang kasus sejenis yang saya baca membuat saya memaksakan pada Sang Maha Baik, bahwa Dek Paksi ada dalam kelompok 3%.

USG kepala kedua. Tak ada perubahan. Saya kembali down. Dek Paksi masih antara sadar dan tidak sadar. Tubuh mungilnya makin menyusut karena asupan ASI yang masuk melalui selang di rongga mulutnya belum baru bisa diasup perlahan mulai dari 30cc, 70 cc, dan seterusnya. Sementara saat diletakkan di dada Ibunya tanpa penghalang (skin to skin) untuk dilatih (kembali) menyusu terkadang Ia sadar namun lain waktu Ia lupa cara menyesap dan seperti tak sadar meski tak tertidur. 

"Nak kenapa? Bukankah di 12 jam pertama usiamu kamu sudah pintar menyusu di dada Ibu dan mengambil sedikit kolostrum Ibu? Kamu lupa nak? Ayo nak belajar lagi, kamu anak pintar pasti bisa."Saat kemudian baby Paksi seperti tak bergeming. Saya akhirnya tak bisa menahan deraian air mata. Ayo Nak, kamu harus sembuh, kamu pasti bisa. Anak Ibu pintar. 

"Bagaimana hasilnya ma?" Suster yang merupakan mahasiswi yang tengah menjalani praktik kerja menyapa saya 

"Gak ada perubahan suster" jawaban  dingin yang tak bisa saya manipulasi.

"Jangan sedih Ma, Mama harus bersyukur" timpalnya

Saya agak kaget, apa maksudnya?

"Iya, perdarahannya masih sama ya ma? bagus, berarti tidak ada perdarahan baru Ma."
"Memang belum terserap, tapi tidak adanya perdarahan baru itu hal positif yang harus disyukuri ma"

Seperti diberi petunjuk, kemudian ada secercah terang di pikiran saya. 

Ya Rabb, beratnya hari-hari belakangan ini membuat saya melupakan banyak hal lain yang bisa dan harus saya syukuri.

Sayangnya karena sedang nifas saya tidak bisa sholat termasuk sholat malam untuk bercengkrama dengan Sang Maha Baik. Namun setiap kali saat sedang sendiri sambil menungu jam besuk dibuka, saat tengah memerah ASI di ruang lakstasi, atau saat tengah duduk di samping inkubator di mana wajah mungil nan rupawan itu tengah terlelap, saya kemudian menjadi terasa lebih dekat denganNya.

Saya yang semula kekeuh Dek Paksi akan pulih dan menjadi bagian dari 3% mulai lebih pasrah. Apapun ya rabb, itu yang terbaik untuknya. Jikapun saya harus menemaninya menjalani terapi sepanjang hidupnya. Jikapun saya harus mendampinginya menjalani hidup dengan selang pembuangan di bawah kulitnya.

Jikapun dia mungkin tidak bisa tumbuh dan berkembang seperti dua kakaknya. Saya akan tetap menjadi Ibunya. Saya akan mendampinginya, menjaganya, dan tidak mengurangkan rasa kasih dan cinta saya sedikitpun padanya. 

Yang saya akan lakukan adalah upaya terbaik yang bisa kami ikhtiarkan. Apapun hasilnya, monggo ya Allah, semua kuasaMU. Ya rabb, you are my very best. Saya serahkan padaMu.

Serangkaian tindakan yag harus dijalani Dek Paksi kami jalani dengan kepasrahan bahwa ini bentuk upaya maksimal kami. Berkali-kali USG Kepala termasuk USG terakhir yang menunjukkan keajaiban kebesaran Tuhan. USG yang menunjukkan bahwa darah di otak kanan dan kiri Dek Paksi alhamdulillah terserap sempurna. Maha Suci Allah, sang Maha Baik, jika dikehendakinya apapun maka jadilah. Sesuatu yang secara medis sangat jarang atau bisa dibilang agak mustahil.

Serangkaian EEG, bahkan harus lumbal fungsi di minggu terakhir sebelum kepulangannya ke rumah saat semua rekam medis sudah membaik namun panas dek Paksi tak kunjung turun. Banyak mitos yang harus kami hadapi atas pilihan melakukan lumbal fungsi. Namun demi kepastian kondisi dek Paksi, kembali kami percayakan jalan itu kepada para dokter. Alhamdulillah hasilnya negatif, tidak ada peradangan otak atau meningitis di kepalanya. "Hmm mungkin bayi Paksi butuh suasana rumah yaa...mudah-mudahan kalau dibawa pulang tidak panas lagi ya dek"

Bisa membawanya pulang seperti membawa trophy yang demikian membahagiakan. Terimakasih ya Allah, apapun yang akan kami jalani untuk menemaninya menjalani kehidupannya kemudian, insyaAllah akan kami tunaikan. Selama 9 bulan kontrol dan mengonsumsi obat, sampai dua tahun harus rutin ke klinik tumbuh kembang, bahkan dua tahun pertama harus menyaksikannya mengalami kasus breath holding spell

Alhamdulillah, bayi Paksi sekarang sudah menjalani tahun ke 5 usianya. Terimakasih sudah Engkau titipi kami anak laki-laki sholeh ini melengkapi dua kakak sholihahnya. Akan selalu ada tantangan yang harus kami hadapi bersama, namun kami percaya apapun itu tak pernah mengurangi ke-Maha Baik-an Mu ya Rabb.

Mereka adalah titipanMu, izinkan kami belajar menjalankan amanah ini ya Rabb. Tunjukilah kami...

Tulisan ini dibuat dalam rangka meramaikan #GADianOnasis 


52 comments

  1. Teriris-iris ya mbak melihat bayi yang baru kita lahirkan harus dirawat di RS.. Anakku yang pernah rawat inap hanya karena bilirubin tinggi aja rasanya deg2an.. apalagi mbak saat itu. ALhamdulillah sekarang sudah sehat ya, mas Paksi :) Sehat2 selalu..

    ReplyDelete
    Replies
    1. alhamdulillah mudah2an sehat semua anak2 kita ya mba

      Delete
  2. Mba Ophiii,, aku bacanya terharu bangeeettt.. :') Semoga Dek Paksi sehat2 selalu ya mbaa.. Aamiin..

    ReplyDelete
  3. Mbaaa, jumpa lagi di sini hehehe.
    Mba Ophi, saya terharu banget bacanya sambil nahan nafas juga. Alhamdulillah, semuanya indah pada waktunya.

    ReplyDelete
  4. Mbak bacanya jadi ikutan sedih mengingat perjuangan dek Paksi yang begitu luar biasa dan mbak bisa menghadapinya dengan kuat dan tegar. Salam buat dek Paksi ya mbak

    ReplyDelete
  5. Ah, jadi ingat peristiwa 4 tahun yg lalu, apa yg ophi rasakan persis sama dgn yg aku rasakan waktu itu....jadi terharuuu...:(

    ReplyDelete
  6. Mbak Ophi aku sedih bacanya. Beberapa kali aku bertemu dek Paksi. Aku merinding, Allah memberikan anugerah yang begitu gagah untuk menjadi pelengkap kebahagiaanmu. Hug you, Mbak

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah selalu ada cara Allah yang Maha Kuasa untuk menurunkan rahmatnya ya Mba, Insyaallah dek Paksi akan menjadi anak yang kuat

    ReplyDelete
    Replies
    1. amiin, isnyaAllah mudah2an paksi jd anak yg kuat lahir dan bathin

      Delete
  8. Tulisanmu bikin terharu, Mak :(
    Perjuangan seorang Ibu untuk anaknya itu memang luar biasa. Semoga dik Paksi selalu diberi kesehatan sampai dewasa. aamiin

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah dek paksi sekarang dah sehat,moga sehat selalu

    ReplyDelete
  10. Ketegaran, ketabahan dan perjuangan seorang ibu dan anak yang luar biasa. Benar2 terharu saya membaca tulisan ini...

    ReplyDelete
  11. alhamdulilah ya mbak semua bisa teratasi dg baik, perjuangan yg luar biasa

    ReplyDelete
  12. ujian yg berat ya mbak..namun percaya Allah swt tidak akan memberi ujian yg melebihi kekuatan kita. salut ya ibunya kuat banget

    ReplyDelete
    Replies
    1. alhamdulillah sudah berlalu, tinggal banyak bersyukur sekrang mba

      Delete
  13. Alhamdulillaah.. dek paksi masuk di kategori 3% ya mbak. Aku mewek bacany, ga kebayang jika aku yg brd di posisi mbak ophi. Semangat terus ya mba, tfs

    ReplyDelete
  14. Ya Allah tak mudah berada di posisis mba Ophi. Alhamdulillah Dek Paksi sehat. Sehat terus ya, Nak :*

    ReplyDelete
  15. Ya Allah semoga Dek Paksi makin sehat, sehat dan sholeh ya. Perjuangan ibu begitu besarnya.

    ReplyDelete
  16. Dek Paksi, sehat-sehat selalu yaa, jadi anak sholeh, sayang sama Papa Mama.

    ReplyDelete
  17. Mewek aku mbacanya mbak ga kebayang perasaan mbak ophi kala itu. Semoga Allah senantiasa menjaga dek paksi n kakak2 nya

    ReplyDelete
  18. Semangaaat terus mbak ophi dan suamii mendampingi dek paksi. Semogaaa sehat bahagia dan selalu lancar rezekinya. ..semogaa dek paksi juga makin baik pertumbuhannya, sehat teruss. Aamiin.
    Salam kenal mbak ophi. .

    ReplyDelete
  19. semoga ophi dan dedek paksi terus sehat ya... terharu baca ceritanya. perjuangan dan penantian yang panjang.

    ReplyDelete
  20. Ahh, ga kebayang mba kalo aku jg hrs mengalami itu :(.. Ngerti sih semua yg kita punya ini hanya titipan, dan hrs ikhlas sewaktu2 Yang Maha Kuasa mau mengambil kembali.. Tapi, aku sendiri blm tau apa bener bisa ikhlas kalo waktunya tiba :(..

    Semoga dek paksi trs sehat ya mba ophi :)

    ReplyDelete
  21. Semangat Mba Mudah-mudahan dek paksi sehat terus. Amiin

    ReplyDelete
  22. Ya Allah Teh Ophi, baru tau soal Dek Paksi pas baca postingan ini. Semoga Dek Paksi dan semua kakak-kakaknya juga Teh Ophi dan suami sehat selalu, ya. Terharu pas baca obrolan teh Ophi dan suster soal pendarahan. Selalu ada sisi baik yang bisa kita temukan dalam setiap ujian, ya.

    ReplyDelete
  23. Dek paksi, semoga sehat2 terus ya nak

    ReplyDelete
  24. Mbak Ophi , saya salut sama mbak . Saya baca tulisan mbak aja meneteskan air mata . Mbak sangat kuat , ibu yg hebat ... salam buat dek paksi ya mbak. Peluk hangat dari aku buat dek paksi .

    ReplyDelete
  25. Terharu membacanya, mbak. You're a greats mom. Semoga dek paksi selalu sehat y mbak Ophi

    ReplyDelete
  26. nangis bacanya mba. ini sama seperti cerita kelahiran anakku yg lahir secara secar untuk yg ketiga kalinya. bedanya mba begitu kuat dan positif. sedang sy terllu lemah saat itu. *dan lalu merasa sangat bersalah sekali*. allahumaghfirlii... semoga allah mengampuni dosa2ku :'(

    ReplyDelete
  27. Masya Alloh. . .semoga semangat terus dan sehat selalu ya. . .trenyuh

    ReplyDelete

Terimakasih sudah silaturahim, silahkan meninggalkan jejak di sini. Comment yang masuk saya moderasi terlebih dahulu ya. Mohon tidak meninggalkan link hidup.