BPJS Kesehatan. Sebagai Pegawai Negeri Sipil, dulu saya dan keluarga adalah pemegang kartu ASKES (Asuransi Kesehatan). Sejak diberlakukannya UU tentang BPJS, maka otomatis kepesertaan kami di ASKES dikonversi ke Program JKN - KIS (Jaminan Ksehatan Nasional - Kartu Indonesia Sehat) dari BPJS Kesehatan.
BPJS sendiri kepanjangan dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang lahir berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang merupakan pendelegasian/amanat dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Naah salah satu bidang pelayanan jaminan sosial adalah di bidang kesehatan dan diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan.
Oke back to laptop yaa, sekarang ceritanya mau sharing pengalam pribadi saya menggunakan KIS ini. Hmm iya kartu BPJS biasanya sebagian kita (termasuk saya juga sih) biasa menyebutnya demikian. Pengamalannya tidak banyak sih alhamdulillah, lho kok? Iya artinya kita jarang punya masalah kesehatan yang serius dung kalau jarang pake KIS. Tapi meski jarang menggunakan namun pengalaman saya agak warna warni nih.
Dari ASKES ke BPJS
Jadi duluuu, ketika masih jadi pemegang ASKES saya alhamdulillah lagi tidak pernah menggunakan kartu ASKES. Melahirkan anak tiga kali dengan sectio juga saya tidak pernah menggunakan ASKES. Anak pertama alhamdulillah di-cover sama student insurance-ku saat lagi sekolah dulu di Melbourne. Anak ke 2 dan ke 3. Saya sengaja menabung untuk mempersiapkan dana melahirkan.
Jujur waktu itu saya gak mau pake ASKES. Bukan sombong sih, tapi waktu itu paradigma pelayanan ASKES apalagi untuk melahirkan secara caesar di RS di wilayah sesuai kepesertaan ASKES saya agak-agak mengkhawatirkan. Suami saya yang lebih parno, karena punya pengalaman buruk dengan RS tersebut. Selain beberapa kabar "miring" seputar pelayanan kesehatan terutama tindakan operasi terhadap pasien ASKES di RS tersebut dan kondisi saya agak riskan karena harus caesar dalam jarak 1,5 tahun dari caesar sebelumnya membuat kami urung mencoba menggunakan ASKES.
"Sudahlah kita cari rumah sakit lain aja, jangan ambil resiko. InsyaAllah kita bisa nabung." Begitu kata suami saya. Apalagi dokter kandungan yang rutin kami memeriksakan kandungan juga bukan di RS tersebut. Maksudnya supaya terpantau terus oleh dokter tersebut hingga proses persalinan.
Hmm tapi kami mungkin memang pasangan yang agak-agak panaroid, saya juga punya banyak cerita dari teman dan keluarga yang sukses, aman, dan nyaman melahirkan di RS dengan ASKES atau JKN KIS Kok. Salah satunya cerita Mba Edelyn tentang pengalamannya melahirkan secara cesar dan menggunakan fasilitas dari BPJS. Tulisan Mba Edelyn , pemilik www.everonia.com merupakan post trigger: berjudul Melahirkan Caesar dengan BPJS dari Luar Kota di Web KEB #KEBloggingCollab dari Grup Butet Manurung.
Serba Serbi Menggunakan Kartu BPJS
Sepanjang usia kami, saya sendiri hingga hari ini belum pernah memanfaatkan ASKES maupun KIS. Semoga sehat-sehat selalu yaa, Amiiin. Selain itu saya juga punya asuransi kesehatan dari provider lain sebagai back-up. Suami saya sepanjang usianya baru satu kali menggunakan BPJS.
Waktu itu tengah musim DBD dan saat pergantian tahun, bukannya liburan akhir tahun kami malah melewatkan tahun baru di RS. Alhamdulillah proses pengurusannya sangat lancar. Tidak lain karena suami masuk lewat IGD RS tersebut dan kondisinya dikategorikan emergency sehingga ketika harus dirawat inap tidak harus mengurus rujukan dari Faskes tingkat I atau Puskesmas setempat.
Pengalaman selanjutnya saat Ka Alinga sakit panas dan diduga DBD. Waktu itu saya sedang di luar kota. Saya panik saat suami yang mengurusnya ke dokter di RS ternyata kesulitan mendapat tempat untuk rawat inap. Alasannya kurang jelas. Mulai dari kesalahan pendaftaran karena sebelumnya ke spesialis anak dan bukan ke IGD, harus ada rujukan dari Faskes tingkat I, sampai alasan kamar penuh. Saya cenderung meyakini alasan yang ketiga, bukan berarti seluruh kamar di RS tersebut penuh tapi karena memang ada kuota tertentu dari RS swasta untuk menerima pasien BPJS.
Suami sempat diminta bolak balik mengurus administrasi, sampai diminta menunggu tanpa kepastian kapan Ka Alinga mendapat kamar. Walah mendengar "laporan" itu, insting keibuan saya halahhh tersentil dung. Saking khawatirnya saya sampai izin dan pulang ke Jakarta sebelum waktunya karena harus memastikan kondisi si Kakak. Sampai menjelang saya pulang, suami masih belum mendapat kepastian padahal sudah mencoba ke beberapa RS lain di sekitar rumah yang menerima BPJS. Hasilnya nihil.Rupanya pasien-pasien BPJS sudah memenuhi kuota beberapa RS swasta lain yang menerima BPJS. Hmm lagi musim DBD memang waktu itu.
Saya agak kesal, emm kesel banget sih. Akhirnya pakai jalan pintas. Biasanya saya orangnya tabah dan gak mau menggunakan jalan pintas seperti ini. Saya menghubungi teman saya yang kebetulan Kepala Humas BPJS Kesehatan sambil ngomel2 hehehe. Maaf ya Boss! Maklum teman kuliah. Akhirnya kemudian saya diberi nomor kontak seseorang yang bertanggungjawab untuk pelayanan BPJS di wilayah Tangsel. Melalui Bapak tersebut kemudian akhirnya kami mendapat kamar di salah satu RS di BSD. Alhamdulillah setelah drama yang cukup menguras energi dan perasaan akhirnya si Kakak bisa dirawat.
Terakhir beberapa minggu lalu saya harus juga menggunakan BPJS untuk Dek Paksi. Setelah panas tinggi hingga 40,2 derajat celcius selama 3 hari, Dek Paksi di bawa ke dokter di RS. Dokter hanya meresepkan obat tanpa ada cek lab. Meski sudah ke dokter panas adek tidak juga turun, bahkan muntah-muntah semakin sering. Mungkin efek dari muntah-muntah ini seluruh obat yang diminumnya belum bisa memberikan efek pada sakitnya. Hari ke 4, sejak malam panasnya tak mau turun. Bahkan sempat agak seperti kejang. Saya panik dan subuh-subuh segera saya bawa ke IGD RS tersebut.
Setelah diperiksa, kemudian diminta langsung ke lab untuk cek darah. Di Lab saya diberi penjelasan bahwa jika nanti adek masuk kategori emergency maka biaya akan ditanggung BPJS namun jika tidak (artinya boleh dibawa pulang tanpa rawat inap) maka harus dibayar sendiri.Ternyata dari hasil lab, Dek Paksi harus dirawat karena lekositnya sangat tinggi dan widalnya juga tidak bagus.
Alhamdulillah karena semua obat bisa masuk infus sehingga proses pemulihan tidak butuh lama. Hanya 3 hari 2 malam, Dek Paksi sudah boleh pulang.
Nah jika ditanggung BPJS, selama obat atau tindakan masuk dalam item yang dicover BPJS maka kita bisa pulang melenggang tanpa mengurus administrasi pembayaran.
Lain halnya kejadian saat Dek Paksi masih newborn baby dan harus dirawat di RS selama hampir sebulan dulu. Kami baru buatkan ASKESnya (waktu itu blom berubah jadi JKN KIS), sehingga biaya awal sebelum kartu ASKES jadi harus kami tanggung, terhitung sejak punya ASKES ( yang diurus selama beberapa hari) biaya-biaya termasuk di ICU ditanggung ASKES. Hanya saja untuk obat atau kelangkapan tertentu berlaku sistem reimbursement. Jadi kami harus membeli sendiri kemudian ditebuskan ke bagian keuangan ASKES di RS tersebut. Hanya saja memang ada juga item-item yang tidak tercover yang harus kami bayar sendiri.
Semoga sih kita semua sehat-sehat dan tidak perlu sampai menggunakan pelayanan BPJS Kesehatan ya. Tapi seandainyapun perlu, maka penting untuk mengetahui prosedurnya. Ikuti saja prosedurnya maka akan lebih mudah menggunakan layanan BPJS. Salah satu yang paling penting adalah memastikan membayar iuran BPJS tetap waktu setiap bulan dan lengkap seluruh anggota keluarga. Karena saat kita punya tunggakan lalu ada masalah kesehatan yang membutuhkan kartu BPJS kita tidak bisa menerima layanan sampai semua dilunasi dan diurus secara administratif di kantor layanan BPJS wilayah setempat. Naah jadi makin repot kan?
Sahabat Mom of Trio punya pengalaman apa dengan BPJS? yuuk share di kolom comment :)
Tulisan ini merupakan bagian dari #KEBloggingCollab dari Grup Butet Manurung dengan tema pengalaman menggunakan BPJS
Aku baruuu aja menggunakan faskes BPJS Kesehatan, karena diare dan kurang cairan. So far selama ini sih terbantu demgan faskes ini.
ReplyDeleteterakhir aku masih pakai askes mba..nanti pas pulang langsung daftar BPJS..karena lumayan membantu yaa
ReplyDeletesaya blm bikin bpjs mak, masih pake asuransi swasta karena paksu wirausaha, tapi adikku kemarin pas sedot cairan di paru2 pake bpjs, alhamdulillah beneran free ya padahal baru 4x bayar ... tapi kata dokternya hanya bisa sekali pake ... waktu sedot cairan yg pertama di rumah sakit graha permata ibu + opname, minggu depannya sedot cairan di hermina depok + opname juga ... dokter yg nanganin sama
ReplyDelete