17 Years in a Blink of Eye

Tahun 2024 menjadi istimewa untuk catatan dalam hidupku sebagai seorang Ibu. Betul, rasanya amazed sendiri menyaksikan my first born, legally sudah jadi "dewasa" dan sah sebagai warga negara dengan identity card-nya sendiri.  Beneran sih ternyata 17 tahun tuh kayak sekejap mata aja. Bayi yang dulu menemaniku menjalani masa akhir Master Hukum  di Negeri Kangaroo ternyata sudah ber-KTP.  

Bayi yang saat berada di dalam perutku, ku ajak begadang mengerjakan berbagai assignment 10.000 words research paper. MasyaAllah, Tabarakallah, Biidznillah Ia sudah menjelma menjadi seorang wanita yang beranjak menuju jalan kedewasaannya.

Baca juga: Mengenang Proses Kehadiranmu Nak

Tahun 2024, Ia sering mengingatkan Ibunya bahwa bakal jadi tahun yang penting. "Ibu tahu kenapa?" katanya. "Karena aku bakal punya KTP bu... " Hmm tapi sebetulnya Ia tak serta merta menyambut gegap gempita. Awalnya dia sering menyampaikan kepada Ibunya bahwa Ia merasa takut dan enggan menjadi dewasa, "gak mau 17 tahun dulu bu, aku mau TK aja terus. Aku gak mau jadi orang dewasa. Apalagi nanti Ibu juga jadi tua." Ia selalu membuat penekanan bahwa perbedaan usia kami adalah 30 tahun.

Yes, saya menikah di usia 29 tahun dan memilikinya di usia 30 tahun. Well, usia yang dianggap terlambat bagi umumnya orang kita. Hmm usia yang tepat karena Allah mengizinkannya di usia tersebut. Penghiburan saya. :) Allah know best. Qadarullah, semua baik sesuai waktu yang Allah izinkan. Alhamdulillah ala kulli haal.

Awalnya saya berniat membuat acara kecil yang istimewa untuk ulang tahunnya. Tapi qadarullah saat itu, tanggal ulang tahunnya jatuh di antara hari-hari di tengah pre- cambridge test. Suasana kelasnya tengah serius dan rasanya kurang pas kalau saya memberikan kejutan kecil. Alih-alih, membuat Ia tampak awkward, saya batalkan dan tak jadi melibatkan guru dan teman sekelasnya. 

Baca: a Place to Remember, 1/102 Moreland Road

Lil Birthday Surprise 

Little birthday surprise saya berikan di rumah. Hmm dan berhasil sih jadi surprise, karena dia pikir kami tidak notice dengan hari pentingnya, karena paginya Ia ujian di sekolah dan tak ada satupun yang ucapkan selamat ulang tahun di WAG kami. Kami pura-pura seolah tak ada yang istimewa di hari itu. Tak ada perayaan apapun, hanya kejutan kecil yang hangat. Alhamdulillah ia tampak senang dan terkesan. Buket bunga mawar merah marun, dan beberapa bunga pelengkap serta cake ulang tahun warna senada jadi penanda. 


Semula saya sudah wanti-wanti untuk Ia segera urus KTP tentu dibantu Ayahnya. Namun minggu-minggu setelahnya adalah hari-hari penting ujian cambridge-nya selama sekitar satu setengah bulan yang cukup challenging dan melelahkan baginya. Saya tidak bisa memaksanya untuk segera menyelesaikan pengurusan KTPnya.

Saat ada pendaftaran online kolektif untuk anak usia menjelang 17 tahun atau sudah 17 tahun tapi belum urus KTP di sekolah, saya minta Ia ikut isi form. Anaknya ogah-ogahan karena katanya gak mau photo KTPnya pakai baju sekolah dengan jilbab putih dan pakai ciput. "Gak mau bu, ini photo seumur hidup bakal ada di kartu identitas aku. Aku gak mau ambil photo di sekolah." "Udah gak papa ikut sekalian aja kolektif di sekolah, nanti pas photo, kamu bawa jilbab ganti." Gitu aja kok susah! Jujur Ibunya gemes dan berpikir praktis aja. 

Bukan apa-apa, saya terbayang ribetnya  proses birokras, yang juga lebih seringnya "kalau bisa dipersulit ngapain dipermudah." Based on banyak pengalaman sih aku berpikir begini. Walaupun berharap urus-urus segala urusan hak kependudukan kayak gini, harusnya saat ini menjadi jauh lebih mudah dan simple. Zaman udah berubah kan yaa?

Sah Jadi Warga Tangsel

Selang sekitar 2 bulan kemudian baru jalan proses pengurusan KTP. Awalnya dengan gampangnya Ayahnya mendelegasikan si sulung untuk mencari informasi sendiri pengurusan KTP untuk pertama kalinya, lalu diminta siap-siap melakukannya sendiri. Hanya jika perlu Ayahnya bakal membantu menemani. Ayahnya tanya Pak RW, anaknya tanya temennya. Ibunya bertugas mengingatkan dan menanyakan pada keduanya. Muteer aja terus gitu. Informasinya bolak balik mateng kayak dadar telor. 

Udahlah akhirnya Ibunya cari info langsung dan putuskan besok kita ke salah anjungan pelayanan dukcapil di salah satu mall untuk daftar dan ambil photo. Anaknya excited, dandan maksimal karena katanya gak mau photo KTP yang akan dipakai seumur hidup, fail! Harus cantik! Alhamdulillah meski harus antri, namun proses lumayan lancar, ternyata setelah isi data dan ambil photo. Si kakak tetap harus melakukan pendaftaran secara online dan memasukkan semua data dan berkas yang dibutuhkan secara online. Petugas kemudian menginfokan, kapan KTP fisik bisa diambil dan di lokasi mana saja.

Selang beberapa hari jadwal pengambilan KTP tiba. Sebelum Ia berangkat ke sekolah dan kami ke kantor, kami ke kantor kecamatan. Alhamdulillah sangat cepat tanpa proses yang bertele-tele. Kaka hanya diminta menginstal aplikasi KTP online yang ternyata sudah dilakukannya untuk kemudian mengaktivasi akun di sana. Sah jadi warga Tangsel deh nak!

Pemilu Pertama! Pilkada Banten dan Tangsel!

Meski sempat agak gimana karena gak bisa ikut Pemilu untuk pemilihan presiden  dan anggota legislative, -DPR serta DPD, si gadis excited banget karena bakal mengikuti pesta demokrasi serentak untuk pemilihan kepala daerah. Sebagai si aktivist organisasi intra di sekolahnya, tentu Ia gak akan melewatkan momen bersejarah pertama dalam hidupnya ini. Jauh hari layaknya di Pemilu presiden dan legislative, Ia banyak bertanya terkait dengan profil para calon dan pereferensi kami orang tuanya. Kami tentu memberikan insight namun tetap memberikan kebebasan padanya untuk memilih sesuai suara hatinya. 

Entahlah untuk Pilkada kali ini (hmm atau memang selalu seperti ini), pertimbangan saya pribadi adalah pilih yang paling sedikit madharatnya dan yang lebih banyak manfaatnya. Sejujurnya profil-profilnya yang berlaga kali ini tidak terlalu membuat saya secara penuh keyakinan menjatuhkan pilihan pada salah satunya. Tapi tidak memilih juga bukan pilihan saya.


Dasar pertimbangan itulah yang kemudian saya sampaikan pada anak gadis yang mau menunaikan hak pilih pertamanya. "Kalau ibu kan pasti sudah tahu ya, profil masing-masing jadi enak milihnya. Aku kan belum tahu siapa mereka." "Hmm tidak semua juga ibu tahu profilnya nak, tapi kita bisa mencari informasi sebanyak mungkin baik langsung maupun tidak langsung terkait masing-masing profil nak..." 



Kami kemudian sharing dan saya tentu saja dengan beberapa pengetahuan baik yang langsung saya alami maupun berdasarkan pengalaman dan pengetahuan lainnya memberikan gambaran terkait profil A, B, C dan seterusnya. Tapi to be honest, saya tidak bertanya pada akhirnya siapa yang Ia pilih. Bukan gak kepo sih, tapi saya berusaha mempercayai pilihannya dan menjaga privasinya. Mungkin akan berbeda kasusnya jika saya sudha merasa sangat firm pada salah satu kandidat atau calon. Bisa jadi ada upaya untuk memberikan insight lebih dan mengkondisikan agar kami punya pilihan yang tidak berbeda.



Setelah memastikan namanya terdaftar dan kami mendapatkan surat undangan untuk pencoblosan di hari H, kami memilih tidak terlalu pagi namun juga tidak terlalu siang ke TPS. Hmm alhamdulillah sih di tengah hectic-nya har-hari, ada satu hari libur untuk mencoblos kan ya.

Meski tidak terlalu jauh, namun jika berjalan kaki lumayan terasa karena bukan di pagi hari. Jadi,  kami ke lokasi TPS dengan sepeda motor. Tidak ada antrian sama sekali. TPS terasa sepi. Kami langsung mencoblos dan segera kembali.  Kakak sempat mengecek nama-nama peserta pemilu kada di daftar DPS. Mencari nama teman sekolahnya yang ternyata satu RT dengan kami. Hahaha ada-ada saja.

Usai menunaikan hak, libur hari itu kamu manfaatkan untuk quality time sekeluarga. Makan di luar dan sekedar main seseruan di wahana permainan di salah satu mall. Saya mah penonton dan petugas dokumentasi saja. Anak-anak dan Ayahnya yang wara wiri dan seseruan main games ini dan itu. Kami tutup keseruan hari itu dengan photo box bersama.



Buka Rekening Bank Pertama


Menurut si gadis, di antara yang paling penting untuk menjadi "dewasa" adalah memiliki rekening bank sendiri, jangan lupa kartu atm-nya, dan juga mobile bankingnya. Saya memang menahannya untuk tidak terlalu buru-buru buka rekening. Apalagi kalau sekedar karena FOMO. Teman-teman se-gengnya sudah punya nomor rekening bank dan atm serta mobile banking sendiri. "Tinggal aku yang belum punya bu..." "Laah temen-temen kamu kan udah 17 tahun dari tahun lalu nak. Wajar lah..." "Enggak bu, mereka sebelum 17 tahun juga udah punya rekening atas nama sendiri."

Bukan gak bisa juga sih. Namun pertimbangan kami, toh Ia bisa kami pegangkan e-money dan juga kami isikan e-wallet tanpa harus memiliki rekening. So far tidak ada hambatan sama sekali untuk bertransaksi apapun melalui e-wallet. "Nanti kalau punya rekening harus siap setiap bulan dipotong uangnya untuk biaya adminstrasi dan lain-lain, jumlahnya juga lumayan lho". 

Meskpun bisa jadi Ia akan rajin menyisihkan uangnya dan menabung, saya merasa kasihan aja kalau uangnya yang mungkin tidak atau belum banyak,  harus kena potongan dari bank. Tapi anaknya kekeuh, ya sudah kami support saja.

Untuk pemilihan bank kami sarankan beberapa nama yang menurut kami akan memudahkan Ia bertransaksi kelak. Selain kami orang tuanya juga punya rekening di bank tersebut. Hmm tapi rupanya pilihannya, adalah bank mana yang teman-temannya banyak pakai. Hmm FOMO gak sih hahaha. "Enggak bu, kan supaya memudahkan aja kau kalau transaksi sama mereka." Emangnya mau transaksi apa sih nak, hahaha.  Kami juga memiliki rekening di bank yang sama sehingga kemudian saya tidak terlalu mempermasalahkan pilihannya.

Saat sudah merasa firm terhadap bank pilihannya tersebut, saya share link informasi pembuatan rekening tabungan secara online. Saya minta ia melakukannya sendiri. Tentu step by step-nya tetap dalam panduan saya meski jarak jauh. Anak gadis di rumah, saya di kantor. Kami chat sepanjang proses pembukaan rekening tersebut.  Jika ada hal-hal yang membuatnya bingung atau ragu saat isi data tertentu misalnya, maka ia chat dan segera saya respon. Semua hal detail yang menjadi kebingungnya ia tanyakan. Udah macam, customer service bank aja nih Ibunya.

Awalnya saya bilang cukup dengan mobile banking saja sudah bisa bertransaksi, namun Ia kekeuh pingin punya kartu atmnya. "Di mana bisa dapet kartunya bu..." "Ambil dicabang terdekat..." "Yaah masa aku sendirian ke sana..." "Harus beranilah, kan sudah jadi oarng dewasa, harus bisa ke bank sendiri." "Takut Ibu, baru pertama kali..." Jawaban yang polos. "Takut apa...?" "Kalau di bank customer itu dilayani dan dibaik-baikin. Aman!" "takut ditanya macam-macam bu..." "Ya jawab aja sebisanya".

"Trus gimana isinya bu..masak ini punya rekening kosong ga ada isinya." Hahaha kocak amat sih... Akhirnya saya transfer ke rekening barunya dengan pesan "Modal awal jadi orang dewasa" hahaha...Ternyata transferan pertama ini terpending dan jumlah yang masuk ke dalam rekening saat cek mutasi berkurang Rp.50.000,-. "Wah kenapa ya bu...bla bla bla.."

Banyak pertanyaan teknis yang saya rasa bukan kapasitas saya menjawab hahaha. Meskipun saya bisa menjawab dan menduga jawabannya namun untuk kepastian sekaligus Ia ingin memiliki kartu atm fisik, saya bilang Ia harus ke kantor cabang banknya langsung. Akhirnya Ia berani ke kantor bank dan menyelesaikan urusan per-bank-annya. Termasuk mengganti kartu ATMnya yang semula GPN menjadi visa agar bisa sama seperti punya Ibu katanya. Hahaha.

Ah buat saya dia tetap masih anak-anak, meski dengan gagahnya menunjukkan KTP dengan potonya yang ciamik, menunjukkan rekening dan kartu ATMnya, Ia tetap anak bocah. Nak, kamu boleh punya identitas kedewasaan itu tapi percayalah kamu tetap gadis kecil Ibu yang pertama kali memberikan gelar Ibu kepada Ibumu. 

Kadang, masih ada rasa belum rela, jangan cepat-cepat besar Nak. Hiks... However, Ibu tetap siap dan isnyaAllah akan selalu ada saat kamu membutuhkan untuk mendampingimu menapaki jalan kedewasaan ini. Allahumma Baarik.

No comments

Terimakasih sudah silaturahim, silahkan meninggalkan jejak di sini. Comment yang masuk saya moderasi terlebih dahulu ya. Mohon tidak meninggalkan link hidup.