Episode Ibu Pra Remaja
Membersamai anak-anak bertumbuh jujur menjadikanku pembelajar yang tak berhenti. Terlebih kesehatan mental pada pra remaja dan remaja menjadi topik yang sangat penting. Belakangan isu kesehatan mental terutama pada remaja juga makin hangat didiskusikan. Setelah lewat masa kanak-kanan dengan berbagai problemanya. Datanglah masa pra remaja yang juga memiliki tantangan tersendiri. Sebagai Ibu, aku masih terkaget-kaget karena pra remaja lelaki-ku juga bisa mood swing.
Suasana jadi gak nyaman karena doi anak bontot laki-laki satu-satunya. Ketentraman dan kesepakatan keluarga sering buyar kalau si bontot ini lagi kena mood swing. Jadi susah susah gampang komunikasinya.
Saya tak begitu paham Apakah anak laki-laki lain seusianya masih ada yang suka mood swing seperti ini?Apakah ini terkait dengan generalisasi karakter anak-anak generasi Z dan Alpha? Apakah gambaran anak laki-laki seusianya yang cuek adalah gambaran umum dan jagoan saya adalah pengecualian? Hmm tapi kadang ia pun sedemikian cuek dan no hard feeling meski di saat lain terkadang kayak baper juga.
Namum apapun episode dan tahapan dalam kehidupannya, tak hanya Ia yang belajar, Ibunya inipun sesungguhnya lagi belajar. Jadi fokus saja, hadapi dan tidak berhenti (saling) belajar.
Baca: Upgrade Ilmu Parenting
Episode kali ini Iya belajar mengekspresikan dan memilih bagaimana memverbalkan perasaan dan pikirannya yang bercampur aduk (mixed feeling). Hmm gampangnya galau, yes! Saya pun dalam episode ini belajar (lagi) sabar, mengalahkan ego dan perasaan lebih benar sebagai orang dewasa, mendengarkan dan mengakui bahwa bisa jadi pikiran saya keliru dan dia lebih benar. What a learning process.
Do'i Bad Mood
Waktu itu, sejak kamis malam dia demam. Jumat tidak masuk sekolah dan tentu saja Sabtu paginya skip latihan sepak bola. Kondisi baru agak membaik hari minggu sore setelah akhirnya Sabtu malam kami antar ke Puskesmas dan justru diberi obat mual dan muntah dan dianjurkan lanjut minum paracetamol jika masih panas dan demam.
Selera makannya belum kembali karena tenggorokannya sakit. Saat kulihat tampak memerah. Mungkin radang. Di Puskesmas tidak dicek sama sekali oleh dokter jaga, hanya ditanya ini itu dan yang jawab kami orang tuanya. Diminta ke dokter atau rumah sakit jika di hari ketiga masih demam. Hari minggu setelah minum paracetamol kesekian, alhamdulillah doi sudah mulai turun panasnya.
Sisa lemas, mual, dan susah makan karena tenggorokan sakit. Hari Senin sudah mau masuk sekolah. Dibekali obat yang harus diminum sebelum dan sesudah makan, aku relakan Ia ke sekolah karena Ia pun sudah tak mau bolos lagi. Sebelum jam makan siang, saya hubungi Gurunya agar mengingatkannya meminum obat. Hanya bisa berdoa dia melalui hari ini dengan baik dan sehat.
Hari berlalu tanpa komunikasi karena Hp (lungsuran Ayahnya) yang biasa Ia pakai rusak dan kami belum membelikan gantinya. Pun, Ia kekeuh mau Hp itu saja tapi diperbaiki, which is kemungkinan besar memang sudah tidak bisa diperbaiki karena memang usianya sudah cukup tua.
Saya dan ayahnya pulang malam karena mendadak ada tugas yang mengharuskan pulang lambat. Setelah maghrib kami baru pulang dan sampai rumah sudah hampir Pukul. 21.00 WIB. Kondisinya sudah jauh membaik meski saya tahu dia masih belum fit benar. Sudah ceria, mau makan sate padang yang kami bawakan.
"Pada mau dibawain makanan apa?"
"Terserah Ibu, apa aja yang enak."
Nasi-nasi-an pasti gak mau. Bubur? pasti bosan karena dari kemarin sudah makan bubur. Kesukaan mereka yang kemungkinan besar pasti mereka mau makan yang terlintas di kepala adalah sate padang.
Kami tak banyak berbincang malam itu. Ayahnya drop namun harus mengerjakan tugas yang masih ditunggu sementara subuh harus sudah ke bandara untuk tugas luar kota. Saya tak bisa memintanya berbagi peran.
Malam itu sungguh hectic, meski badan sayapun serasa nyeri dan lemas serta kepala agak kleyengan. Saya masih belum bisa diajak "capek" belakangan ini. Belum setegar dulu hahaha. Si Kakak sulung, sejak tadi siang menghubungi via WhatsApp kalau dia kurang sehat. Kepala pusing, badan panas tapi serasa dingin, lemas, dan perut tak nyaman katanya. Makanya saya arahkan pulang dengan taksi online karena khawatir tidak bisa menahan tubuhnya jika naik ojek online apalagi naik transjakarta.
Baca juga: The Growing Me: Menyiapkan Pra Remaja Putri Memasuki Masa Pubertas
Saya langsung menghandle si sulung yang sudah di kamarnya sejak pulang tadi sore. Saya suapi sate padang dan minumkan obat. Paracetamol dan obat nyeri. Sementara Ka Zaha dan dek Paksi makan berdua. Selesai urus Ka Al, saya lanjut memasak nasi dan mengeluarkan daging ayam dari freezer untuk persiapan sarapan dan bekal anak-anak besok pagi .
Sambil menunggu masak nasi saya merendam baju-baju sekolah anak-anak, lanjut makan sate padang setengah porsi (setengah porsinya dimakan Ayahnya). Saya lanjut mandi, lalu saat nasi sudah tanak saya langsung naik, sholat dan tidur. Ayahnya tidur terpisah karena sedang tidak sehat. Khawatir menulari kami.
Runtinitas malam. Peluk anak-anak satu-satu, sambil memberi nasihat untuk tidak begadang dan segera tidur. Hanya bercengkrama sejenak dengan si jagoan yang memang tidur bareng saya.
"Teman-temanku tim bola nanya-nanya kenapa kemarin gak latihan?"
"Kan adek sakit, gak mungkin latihan. Belum boleh juga. Udah diinfo kok ke coach".
"Tapi tadi juga ada latihan bu..."
"Haa tadi...?"
"Iya malam ini ada latihan..."
"Iya Ayah sudah info kalau Paksi belum bisa ikut latihan karena masih belum fit."
Saya pikir sudah selesai urusan ini. Karena jam sudah menunjukkan lewat dari pukul 22.00, sayapun sudah sangat lelah. Saya tidak membuka pembicaraan lanjutan dengan jagoan di samping saya.
"Udah bobok yaa, besok bangun subuh... baca ayat kursi dan 3 qul, doa tidur..."
"Ibu udah capek banget, ibu bobok yaa."
Saya tahu dia tidak langsung tidur apalagi terlelap. Mungkin memang masih ada yang mengganjal di hatinya. Tapi saya tak punya pilihan, saya harus tidur untuk tetap bisa menjalankan aktivitas esok pagi.
Pagi harinya, subuh hari suami sudah berangkat ke Bandara sementara saya sibuk di dapur persiapan pagi seperti biasa segera setelah sholat shubuh. Kedua kakaknya sudah bersiap masing-masing selepas shalat shubuh.
Saya harus merayu jagoan seperti biasa untuk bangun sholat shubuh namun biasanya saya biarkan jika Ia kembali tidur karena saya tak ada waktu untuk menemani atau meladeninya. Tugas dapur membuat saya tak bisa punya pilihan lain bahkan kadang ingin sekali duduk berlama-lama ba'da shubuh. Weekday tak ada pilihan kecuali sat set sat set memasak dan menyiapkan sarapan dan bekal anak-anak.
Kakak Al sudah pergi dengan ojek onlinenya setelah sarapan sekedarnya dan belaknya siap. Bahkan sebelum pukul 06.00. Ka Zaha menyusul berangkat di sekitar pukul 06.20 seperti biasa diantar tantenya dengan motor. Biasanya saya dan Paksi berangkat di jam yang kurang lebih sama di Pukul 06.40 an. Saya memesan ojek online untuk ke stasiun sedangkan Paksi diantar dengan motor oleh omnya.
Pada jam kritis dan hectic ini tiba-tiba dia tak juga beranjak mandi. Uring-urungan tak jelas. Saya putuskan untuk mandi dulu sambil memintanya untuk segera mandi juga di kamar mandi lain. Berharap kami selesai bersamaan dan bisa bersiap bareng. Selesai mandi, ternyata do'i masih nyungsep di atas bean bag di karpet musholla.
Hmm lagi gak bagus nih moodnya.
Jujur emosi saya sempat mulai naik. Masalahnya setelah keropatan pagi, saya juga harus bergegas berkejaran dengan jam berangkat KRL, tentu dengan resiko berdesakan seperti biasanya, antrian di pintu tapping keluar stasiun Palmerah dan berkejaran detik demi detik dengan absensi pagi. Hmm tapi menghadapi yang lagi bad mood satu ini tidak bisa dengan nada tinggi, bisa makin kacau dunia persilatan. "Pliss adek...!" cuma bisa teriak di hati, hiks.
mood swing/ˈmo͞od ËŒswiNG/noun
an abrupt and apparently unaccountable change of mood
No comments
Terimakasih sudah silaturahim, silahkan meninggalkan jejak di sini. Comment yang masuk saya moderasi terlebih dahulu ya. Mohon tidak meninggalkan link hidup.